Jumat, 08 Desember 2023

Makalah Tentang Budaya Kerja


MAKALAH
TENTANG BUDAYA KERJA

Oleh:

MUH. KHAERUL WILDAN
NIM: 2022301016

Dosen Pengampu: Dr. Prayekti, M. Si

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA
2023


KATA PENGATAR
Alhamdulillahirobbil’alamin

Salam dan Bahagia,

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala, karena berkat rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas Perilaku Organisasi. Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad Shallalahu Alaihi Wasallam, kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada umatnya hingga akhir zaman, Aamiin.

Tugas Perilaku Organisasi ini tentunya jauh dari kata sempurna tapi penulis tentunya bertujuan untuk menjelaskan atau memaparkan poin-poin di tugas Perilaku Organisasi ini, sesuai dengan pengetahuan yang saya peroleh, baik dari sumber-sumber referensi yang lainnya. Semoga semuannya meberikan manfaat bagi kita. Bila ada kesalahan tulisan atau kata-kata di dalam tugas ini, penulis mohon maaf yang sebesar-sebesarnya. 


DAFTAR ISI 

COVER 
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang 
1.2  Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Budaya Kerja 
2.2  Model-model Budaya Kerja 
2.3  Unsur-unsur Budaya Kerja 
2.4  Terbentuknya Budaya Kerja 
2.5  Membangun Dedikasi Budaya Kerja 
2.6  Cara Membangun Etika yang Baik di Tempat Kerja
BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan 
3.2  Saran
DAFTAR PUSTAKA


BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang   

Tipe-tipe pekerjaan yang beragam saat ini mencakup berbagai ruang lingkup dan ukuran sering kali di iringi oleh praktik-praktik unik yang mencerminkan identitas pekerjaan tersebut. Organisasi akademik seperti universitas menampilkan keberagaman melalui berbagai ritual termasuk orientasi mahasiswa baru perayaan fraternitas dan sorority sebagai perkumpulan khusus mahasiswa dan mahasiswi serta kegiatan kuliner di kantin. Praktik-praktik penting seperti bimbingan dan magang turut membentuk ciri khas institusi di perguruan tinggi menunjukkan komitmen mereka untuk menyediakan pengalaman pendidikan yang menyeluruh dan beragam bagi anggota komunitas akademiknya. 

Budaya Kerja telah menjadi fokus perhatian di berbagai lingkungan kerja, karena pemahaman yang mendalam terhadap aspek ini dapat berdampak signifikan pada produktivitas, semangat kerja dan kepuasan karyawan. Dalam beberapa tahun terakhir, Budaya Kerja telah meningkat seiring dengan perubahan dinamika organisasi dan tuntutan pasar yang terus berkembang. 

Budaya Kerja mencakup berbagai elemen, termasuk iklim emosional dan psikologis di tempat kerja, simbol-simbol yang merujuk pada norma dan nilai-nilai bersama serta interaksi antara anggota organisasi. Fenomena ini tidak hanya mempengaruhi hubungan antar-karyawan, tetapi juga memainkan peran penting dalam bagaimana sebuah organisasi beradaptasi terhadap perubahan dan tantangan eksternal. 

Dengan munculnya paradigma baru dalam manajemen sumber daya manusia dan penekanan pada budaya perusahaan sebagai diferensiator kompetitif, pemahaman mendalam tentang Budaya Kerja menjadi semakin penting. Selain itu, dengan pertumbuhan teknologi dan globalisasi, organisasi dihadapkan pada tantangan untuk menciptakan budaya yang inklusif dan dapat beradaptasi dengan perbedaan budaya. 

           1.2 Rumusan Masalah

Berdasakan rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
a.       Apakah Pengertian dari Budaya Kerja?
b.      Apa Saja Model-model Budaya Kerja?
c.       Apa Saja Unsur-unsur Budaya Kerja?
d.      Bagaimana Terbentuknya Budaya Kerja?
e.       Bagaimana Membangun Dedikasi dalam Budaya Kerja?
f.        Bagaimana Cara Membangun Etika yang Baik di Tempat Kerja? 

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Budaya Kerja   

Budaya Kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidupsebagai nilai-nilai yang menjadi sifat kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yangtercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita pendapat dantindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja. Budaya kerja merupakan sekelompok pikiran dasar atau program mental yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan kerjasama manusia yang dimiliki oleh suatu golongan masyarakat.

Budaya kerja merupakan suatu sistem norma nilai dan perilaku yang diikuti oleh seluruh karyawan dalam suatu organisasi. Budaya kerja mempengaruhi kesuksesan dan efektivitas suatu organisasi, sebab ia menentukan bagaimana karyawan bekerja mengkomunikasikan dan mengelola masalah di dalam organisasi. Budaya kerja terdiri dari tiga komponen utama: norma standar yang diikuti, nilai prioritas, penilaian dan perilaku tindakan yang diambil. Seluruh karyawan di dalam organisasi memahami dan menerapkan budaya kerja ini secara bersamaan (Stephen P. Robbins, 2015).

Berdasarkan uraian-uraian diatas bahwa budaya kerja adalah falsafah yang membentuk nilai, sikap dan tindakan dalam suatu kelompok atau organisasi. Ini mencakup norma standar, nilai prioritas dan perilaku yang diikuti oleh seluruh karyawan. Budaya kerja mempengaruhi efisiensi dan kesuksesan organisasi karena membentuk cara kerja, komunikasi dan penanganan masalah.

2.2 Model-model Budaya Kerja 

Menurut Stephen P. Robbins, (2015) adalah beberapa model budaya kerja sebagai berikut:

a.  Model Maslow adalah sebuah model budaya kerja yang menggambarkan kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi oleh karyawan untuk menjadi sebuah individu yang terintegrasi dan terkumpul dalam organisasi. Model Maslow menggambarkan kebutuhan-kebutuhan dalam urutan prioritas dimana setiap kategori kebutuhan harus dipenuhi sebelum karyawan dapat menghasilkan kebutuhan di kategori berikutnya.

      1. Keperluan Fungsi (Physiological Needs) adalah kebutuhan-kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh karyawan untuk menjadi sebuah individu yang sehat dan fit. Misalnya karyawan harus memenuhi keperluan fisiologi seperti makan, minum dan tidur dengan baik.
      2. Keperluan Aman (Safety Needs) adalah kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi oleh karyawan untuk menjadi sebuah individu yang aman dan selamat. Misalnya karyawan harus memenuhi keperluan aman seperti memiliki peralatan dan perlengkapan yang aman dan tepat serta memiliki lingkungan kerja yang aman dan tidak mencemari lingkungan.
      3. Keperluan Emosi (Love and Belonging Needs) adalah kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi oleh karyawan untuk menjadi sebuah individu yang memiliki hubungan baik dengan teman-temannya. Misalnya karyawan harus memenuhi keperluan emosi seperti memiliki teman-temannya yang baik dan memiliki hubungan baik dengan tempat kerja.
      4. Keperluan Estetika (Aesthetic Needs) adalah kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi oleh karyawan untuk menjadi sebuah individu yang estetis dan senang dengan lingkungannya. Misalnya karyawan harus memenuhi keperluan estetika seperti memiliki lingkungannya yang estetis dan senang dengan lingkungannya.
      5. Keperluan Cognitif (Cognitive Needs) adalah kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi oleh karyawan untuk menjadi sebuah individu yang berpikir dan berinovasi. Misalnya karyawan harus memenuhi keperluan cognitif seperti memiliki lingkungannya yang berpikir dan berinovasi.
      6. Keperluan Metasosial (Self-Actualization Needs) adalah kebutuhan-kebutuhan terakhir yang harus dipenuhi oleh karyawan untuk menjadi sebuah individu yang berani dan berpikir secara metasosial. Misalnya karyawan harus memenuhi keperluan metasosial seperti memiliki lingkungannya yang berani dan berpikir secara metasosial.

b.   Model Herzberg adalah sebuah model budaya kerja yang menggambarkan dua faktor utama dalam motivasi karyawan di dalam organisasi, dimana satu faktor adalah faktor hygiene dan satu faktor lainnya adalah faktor motivasi. Faktor hygiene merupakan faktor hygiene atau faktor pendukung yang diharuskan untuk menghindari demotivasi sedang faktor motivasi merupakan faktor motivasi atau faktor penambahan untuk menghasilkan motivasi. 

      1. Faktor Hygiene (Hygiene Factors) adalah faktor hygiene atau faktor pendukung yang diharuskan untuk menghindari demotivasi. Faktor hygiene ini meliputi aspek aspek dalam organisasi seperti gaji, jadwal kerja, lingkungannya, pelatihan dan promosi. Jika faktor hygiene tidak terpenuhi atau tidak sesuai dengan keinginan karyawana maka akan timbul demotivasi di sisi karyawana.
      2. Faktor Motivasi (Motivator Factors) adalah faktor motivasi atau faktor penambahan untuk menghasilkan motivasi. Faktor motivasi ini meliputi aspek aspek dalam organisasi seperti pembagaran tugas, pembagaran informasi, pembagaran pendidikan dan pembagaran pelatihan. Jika faktor motivasi tidak terpenuhi atau tidak sesuai dengan keinginan karyawana maka akan timbul motivasi di sisi karyawana.

c. Model McGregor (Theory X and Theory Y) adalah sebuah model budaya kerja yang menggambarkan dua teori utama dalam motivasi karyawana di dalam organisasi dimana satu teori adalah teori X dan satu teori lainnya adalah teori Y. Teori X merupakan teori X atau teori pessimisme dalam motivasi karyawana sedang teori Y merupakan teori Y atau teori optimisme dalam motivasi karyawana. Teori X (Theory X) Teori X adalah teori X atau teori pessimisme dalam motivasi karyawana. Teori X ini meliputi aspek aspek dalam organisasi seperti berdosa dengan pekerjaannya, berdosa dengan pelatihan merekaian pekerjaannya, berdosa dengan gaji merekaian pekerjaannya, dan berdosa dengan promosi merekaian pekerjaannya. Jika teori X tidak terpenuhi atau tidak sesuai dengan keinginan karyawana maka akan timbul pessimisme di sisi karyawana. Teori Y (Theory Y) Teori Y adalah teori Y atau teori optimisme dalam motivasi karyawana. Teori Y ini meliputi aspek aspek dalam organisasi seperti memberikan pekerjaannya secara voluntari memberikan pelatihan secara voluntari memberikan gaji secara voluntary dan memberikan promosi secara voluntari. Jika teori Y tidak terpenuhi atau tidak sesuai dengan keinginan karyawana maka akan timbul optimisme di sisi karyawana.

d.  Model Ouch: Budaya kerja dari segi kontrol dan pengendalian risiko di tempat kerja. Model ini memiliki empat tahap, yaitu Realistic Job Preview (RJP), Selection, Training, dan Feedback.

e. Model TQM: Budaya kerja dari segi pengembangan kualitas produk dan layanan di organisasi. Model ini memiliki lima tahap, yaitu Customer Focus, Leadership, Involvement of People, Process Approach, and Continuous Improvement. 

f. Model Six Sigma: Budaya kerja dari segi pengelolaan risiko dan kepuasan pelanggan di organisasi. Model ini memiliki lima tahap, yaitu Define, Measure, Analyze, Improve, and Control (DMAIC). 

2.3 Unsur-unsur Budaya Kerja  

Menurut Stephen P. Robbins, (2015) Budaya kerja adalah sebuah sistem yang mempengaruhi cara orang bekerja dan mengelola organisasi. Budaya kerja merupakan sebuah kumpulan unsur-unsur yang mempengaruhi cara orang bekerja dan mengelola organisasi. Berikut adalah unsur-unsur budaya kerja:

Misi dan visi adalah unsur-unsur utama dari budaya kerja. Misi adalah sebuah kata kunci yang menjelaskan apa yang perusahaan ingin mencapai, sedangkan visi adalah sebuah kata kunci yang menjelaskan apa yang perusahaan ingin menjadi. Misi dan visi mempengaruhi cara orang bekerja dan mengelola organisasi seperti, a) Memperoleh tujuan perusahaan: Misi dan visi memperoleh tujuan perusahaan seperti memperoleh keuntungan memperoleh pemasukan atau memperoleh penjualan. b) Menghasilkan nilai: Misi dan visi menghasilkan nilai seperti menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas menghasilkan pelayanan yang baik atau menghasilkan kepuasan pelanggan. c) Menghasilkan kesehatan dan keselamatan: Misi dan visi menghasilkan kesehatan dan keselamatan seperti menghasilkan lingkungan kerja yang aman menghasilkan lingkungan kerja yang sehat atau menghasilkan lingkungan kerja yang tidak mencemari lingkungan.

Values dan norms adalah unsur-unsur utama dari budaya kerja. Values adalah sebuah kata kunci yang menjelaskan apa yang perusahaan ingin mencapai, sedangkan norms adalah sebuah kata kunci yang menjelaskan bagaimana perusahaan ingin mencapai values tersebut. Values dan norms mempengaruhi cara orang bekerja dan mengelola organisasi seperti, a) Menghasilkan kepuasan pelanggan: Values dan norms menghasilkan kepuasan pelanggan, seperti melayani pelanggan dengan baik melayani pelanggan dengan cepat atau melayani pelanggan dengan loyaltas. b) Menghasilkan integritas: Values dan norms menghasilkan integritas seperti melakukan transaksi dengan benar melakukan transaksi dengan lestari atau melakukan transaksi dengan profesionalisme. c) Menghasilkan kecerdasan: Values dan norms menghasilkan kecerdasan seperti melakukan pembelajaran dengan baik melakukan pembelajaran dengan lestari atau melakukan pembelajaran dengan profesionalisme.

Struktur organisasi adalah unsur-unsur utama dari budaya kerja. Struktur organisasi merupakan sebuah sistem yang mempengaruhi cara orang bekerja dan mengelola organisasi. Struktur organisasi mempengaruhi cara orang bekerja dan mengelola organisasi seperti, a) Menghasilkan efisiensi: Struktur organisasi menghasilkan efisiensi seperti memperoleh sistem kerja yang efisien memperoleh sistem kerja yang terorganisir atau memperoleh sistem kerja yang terintegrasi. b) Menghasilkan efektivitas: Struktur organisasi menghasilkan efektivitas seperti memperoleh sistem kerja yang efektif memperoleh sistem kerja yang terintegrasi atau memperoleh sistem kerja yang terorganisir. c) Menghasilkan komitmen: Struktur organisasi menghasilkan komitmen seperti memperoleh sistem kerja yang komitmen memperoleh sistem kerja yang terintegrasi atau memperoleh sistem kerja yang terorganisir.

Menghasilkan koordinasi: Komunikasi internal dan eksternal menghasilkan koordinasi seperti melakukannya dengan baik di dalam organisasi serta di luar organisasi. Komunikasi internal dan eksternal juga harus melaksannya secara lancar serta secara tepat untuk mencapai tujuan perusahaan. Menghasilkan kolaborasi: Komunikasi internal dan eksternal menghasilkan kolaborasi seperti melaksannya secara lancar serta secara tepat untuk mencapai tujuan perusahaan serta untuk mencapai tujuan pelanggan luar organisasi. Menghasilkan komitmen: Komunikasi internal dan eksternal menghasilkan komitmen serta untuk mencapai tujuan perusahaan serta untuk mencapai tujuan pelanggan luar organisasi. 

2.4 Terbentuknya Budaya Kerja

Budaya kerja yang berbeda antar organisasi muncul karena landasan dan sikap perilaku yang tercermin dari setiap individu di dalamnya. Keberadaan budaya kerja yang positif sangat berarti karena setiap anggota organisasi membutuhkan kontribusi pandangan bahkan kritik yang konstruktif untuk kemajuan lembaga pendidikan tersebut. Namun, ketika budaya kerja tidak sejalan dan pegawai mengemukakan pendapat yang berbeda hal itu dapat diakibatkan oleh keragaman setiap individu dalam menyampaikan ide energi dan pemikirannya. Sebab setiap individu memiliki keahlian dan kemampuan sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Memperbaiki budaya kerja yang baik memang memerlukan waktu bertahun-tahun untuk mengubahnya. Oleh karena itu diperlukan pembenahan yang dimulai dari sikap dan tingkah laku pemimpin yang kemudian diikuti oleh para bawahannya. Terbentuknya budaya kerja dimulai dari tingkat kesadaran pemimpin atau pejabat yang ditunjuk di mana hubungan yang baik antara pemimpin dan bawahannya akan menentukan pendekatan yang tepat dalam menjalankan perangkat satuan kerja atau organisasi. Proses ini menciptakan suatu cara tersendiri yang akan diterapkan dalam struktur dan dinamika organisasional sehingga dapat menciptakan perubahan yang positif dan berkelanjutan dalam budaya kerja.

Budaya kerja terbentuk seiring berdirinya satuan kerja atau organisasi. Hal ini mengindikasikan bahwa pembentukan budaya kerja terjadi ketika lingkungan kerja atau organisasi belajar untuk menghadapi permasalahan terutama yang berkaitan dengan masalah internal organisasi. Proses pembentukan budaya kerja melibatkan adaptasi dan pembelajaran dari setiap tantangan yang dihadapi sehingga setiap anggota organisasi dapat berkontribusi dalam menciptakan suatu lingkungan kerja yang positif dan produktif. Dengan demikian budaya kerja tidak hanya mencerminkan nilai-nilai bersama tetapi juga hasil dari pengalaman dan pembelajaran yang terus-menerus di dalam organisasi tersebut.

Menurut Stephen P. Robbins, (2015) Budaya kerja terbentuk dari interaksi antara semua faktor. Budaya kerja tidak terbatas pada satu faktor saja melainkan merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai faktor yang bersifat dinamis dan berubah-ubah waktu. Budaya kerja terbentuk dari berbagai faktor antara lain:

    1. Faktor Alam: Seperti kultura, tradisi dan norma sosial dari masyarakat lokal mempengaruhi budaya kerja.
    2. Faktor Organisasi: Seperti visi, misi, struktur organisasi dan kebijakan-kebijakan mempengaruhi budaya kerja. 
    3. Faktor Manajemen: Seperti leadership, komunikasi dan pengelolaan karyawan mempengaruhi budaya kerja.
    4.  Faktor Karyawan: Seperti perilaku, motivasi dan keahlian mempengaruhi budaya kerja.
    5. Faktor Eksternal: Seperti perubahan lingkungan, teknologi dan kompetisi mempengaruhi budaya kerja.

2.5 Membangun Dedikasi Budaya Kerja

Dedikasi adalah sebuah kualitas yang sangat diinginkan oleh manajer dan pemilik perusahaan. Dedikasi adalah sebuah kecakapan yang memungkinkan karyawan untuk menjadi lebih produktif dan menghasilkan hasil yang lebih baik. Berikut adalah cara membangun dedikasi dalam budaya kerja:

Dedikasi dalam Budaya Kerja merupakan sebuah kualitas yang sangat diinginkan oleh manajer dan pemilik perusahaan. Dedikasi adalah sebuah kecakapan yang memungkinkan karyawan untuk menjadi lebih produktif dan menghasilkan hasil yang lebih baik. Dedikasi dalam budaya kerja meliputi: Kepemimpinan: Karyawan harus menjadi pemimpin dalam pekerjaannya dan menjadi contoh bagi sekolah lainnya. Karyawan juga harus mengambil tanggung jawab dalam pekerjaannya dan menjaga kualitas pekerjaannya. Kepersediaan: Karyawan harus menjadi siap serta dalam pekerjaannya dan menjaga ketahanan dalam melaksanakan tugasnya. Karyawan juga harus mengambal tugasnya dengan baik dan mengambil semua tugas yang diberikan oleh manajer. Kepuasan: Karyawan harus menjadi puas dalam pekerjaannya dan menjaga ketepatan dalam melaksanakan tugasnya. Karyawan juga harus mengambal tugasnya dengan baik dan mengambil semua tugas yang diberikan oleh manajer.

Menilai dedikasi dalam budaya kerja adalah proses untuk menentukan apakah suatu karyawan memiliki dedikasi atau tidak. Menilai dedikasi dalam budaya kerja melibatkan penilaian dari perspektif moral, professional dan sosial. Menilai dedikasi dalam budaya kerja juga melibatkan penilaian dari perspektif organisasi seperti apakah suatu karyawan mempunyai potensi untuk berkembang di perusahaan.

Mengembangkan dedikasi dalam budaya kerja merupakan proses untuk membangun kecakapan yang memungkinkan karyawan untuk menjadi lebih produktif dan menghasilkan hasil yang lebih baik. Mengembangkan dedikasi dalam budaya kerja melibatkan, a) Kepemimpinan: Manajer harus memberikan pelatihan dan coaching untuk menciptakan karyawan yang berpemimpin di tempat kerja. Manajer juga harus memberikan masuk akhir pada waktu yang tepat dan memberikan instruksi secara lancar. b) Kepersediaan: Manajer harus memberikan pelatihan dan coaching untuk menciptakan karyawan yang siap serta di tempat kerja. Manajer juga harus memberikan masuk akhir pada waktu yang tepat dan memberikan instruksi secara lancar. c) Kepuasan: Manajer harus memberikan pelatihan dan coaching untuk menciptakan karyawan yang puas di tempat kerja. Manajer juga harus memberikan masuk akhir pada waktu yang tepat dan memberikan instruksi secara lancar.

Memperoleh dedikasi dalam budaya kerja merupakan proses untuk memperoleh kecakapan yang memungkinkan karyawan untuk menjadi lebih produktif dan menghasilkan hasil yang lebih baik. Memperoleh dedikasi dalam budaya kerja melibatkan, a) Penghargaan: Karyawan harus ditunjuk dengan penghargaannya secara lancar oleh manajer dan pemilik perusahaan. Penghargaannya secara lancar akan memotivasi karyawana untuk menjadi lebih produktif dan menghasilkan hasil yang lebih baik. b) Pelatihan: Manajer harus memberikan pelatihan dan coaching untuk menciptakan karyawana yang berpemimpin, siap serta, dan puas di tempat kerja. Pelatihan akan memperoleh kecakapan yang memungkinkan karyawana untuk menjadi lebih produktif dan menghasilkan hasil yang lebih baik. c) Masuk Akhir: Manajer harus memberikan masuk akhir pada waktu yang tepat untuk menciptakan karyawana yang berpemimpin, siap serta, dan puas di tempat kerja. Masuk akhir akan memperoleh kecakapan yang memungkinkan karyawana untuk menjadi lebih produktif dan menghasilkan hasil yang lebih baik. 

Menurut Stephen P. Robbins, (2015) Membangun dedikasi dalam budaya kerja adalah proses yang sangat penting untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja. Berikut adalah beberapa cara untuk membangun dedikasi dalam budaya kerja: 

    1. Memahami dan Menjaga Misi dan Visi: Karyawan harus menjaga dan mengerti misi dan visi organisasi. Misi dan visi adalah unsur utama budaya kerja dan karyawan harus menjadi pengganti mereka dalam melaksanakan tugas mereka.
    2. Menghasilkan Tanggung Jawab: Karyawan harus menghasilkan tanggung jawab yang jelas dan mencerminkan misi dan visi organisasi. Tanggung jawab harus disesuaikan dengan kompetensi dan kualifikasi karyawan.
    3. Menghasilkan Hasil: Karyawan harus menghasilkan hasil yang sesuai dengan tanggung jawab mereka. Hasil harus disesuaikan dengan misi dan visi organisasi.
    4. Menghasilkan Pengalaman: Karyawan harus menghasilkan pengalaman yang membantu mereka dalam melaksanakan tugas mereka. Pengalaman harus disesuaikan dengan misi dan visi organisasi.
    5. Memahami Values: Karyawan harus menjaga dan mengerti values organisasi. Values adalah nilai-nilai yang diakui dan diikuti oleh seluruh komunitas dalam organisasi. Values mempengaruhi perilaku dan keputusan karyawan.
    6. Menghasilkan Kinerja: Karyawan harus menghasilkan kinerja yang tinggi dan sesuai dengan misi, visi, tanggung jawab, pengalaman dan values organisasi. Kinerja harus disesuaikan dengan kompetensi, kualifikasi dan motivasi karyawan.
    7. Memahami Prinsip-prinsip Strategis: Karyawan harus menjaga dan mengerti prinsip-prinsip strategis organisasi. Prinsip-prinsip strategis adalah cara melaksana strategi organisasi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja. Prinsip-prinsip strategis mempengaruhi keputusan strategis organisasi dan cara melaksana strategi tersebut.
    8. Memahami Prinsip-prinsip Operasional: Karyawan harus menjaga dan mengerti prinsip-prinsip operasional organisasi. Prinsip-prinsip operasional adalah cara melaksana aktivitas operasional untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja. Prinsip-prinsip operasional mempengaruhi cara melaksana aktivitas operasional tersebut.

2.6 Cara membangun Etika yang Baik di Tempat Kerja  

        Cara membangun etika yang baik di tempat kerja adalah kewajiban moral dan sosial yang harus diikuti oleh setiap individu baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam tempat kerja. Etika di tempat kerja merupakan suatu sistem yang mempengaruhi cara orang bekerja dan mengelola organisasi. Berikut adalah cara membangun etika yang baik di tempat kerja: Etika di tempat kerja adalah suatu sistem yang mempengaruhi cara orang bekerja dan mengelola organisasi. Etika di tempat kerja meliputi norma-norma moral, professional dan sosial yang harus diikuti oleh semua orang dalam organisasi. Etika di tempat kerja mempunyai dua aspek utama yaitu etika profesional dan etika organisasi. Etika profesional merupakan norma-norma moral dan profesional yang harus diikuti oleh setiap karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Etika profesional meliputi kepedulian terhadap pekerjaan, integritas dan ketepatan dalam melaksanakan tugas. Etika organisasi merupakan norma-norma moral dan sosial yang harus diikuti oleh setiap karyawan dalam mengelola organisasi. Etika organisasi meliputi hubungan antar karyawan hubungan antara karyawan dan manajer dan hubungan antara karyawan dan pelanggan. 

        Menilai etika di tempat kerja adalah proses untuk menentukan apakah suatu perilaku atau keputusan adalah etis atau tidak. Menilai etika di tempat kerja melibatkan penilaian dari perspektif moral, profesional, dan sosial. Menilai etika di tempat kerja juga melibatkan penilaian dari perspektif organisasi seperti apakah perilaku atau keputusan akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi. 

        Mengembangkan etika profesional di tempat kerja merupakan proses untuk membangun norma-norma moral dan profesional yang harus diikuti oleh setiap karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Mengembangkan etika profesional di tempat kerja melibatkan: Kepedulian terhadap pekerjaan: Karyawan harus menjaga kepedulian terhadap pekerjaan mereka seperti menjaga kualitas pekerjaan, menjaga deadlines dan menjaga standar operasional. Karyawan juga harus memastikan bahwa semua pekerjaannya benar dan sesuai dengan standar operasional. Integritas: Karyawan harus menjaga integritas dalam melaksanakan tugasnya, seperti menjaga kebenaran data menjaga confidentiality dan menjaga transparansi dalam komunikasi dengan manajer dan pelanggan. Karyawan juga harus memastikan bahwa semua data yang mereka gunakan benar dan sesuai dengan standar operasional. Ketepatan: Karyawan harus menjaga ketepatan dalam melaksanakan tugasnya seperti menjaga akurasi data menjaga konsistensi data dan menjaga integritas data. Karyawan juga harus memastikan bahwa semua data yang mereka gunakan benar dan sesuai dengan standar operasional. 

        Mengembangkan Etika Organisasi di Tempat Kerja Mengembangkan etika organisasi di tempat kerja merupakan proses untuk membangun norma-norma moral dan sosial yang harus diikuti oleh setiap karyawan dalam mengelola organisasi. Mengembangkan etika organisasi di tempat kerja melibatkan: Hubungan Antar Karyawan: Karyawan harus memperhatikan hubungannya dengan sekolah lainnya dalam organisasi seperti memberikan masuk akhir pada waktu yang tepat memberikan informasi penting pada waktu yang tepat dan memberikan feedback konstruktif pada waktu yang tepat. Karyawan juga harus memastikan bahwa semua informasi yang mereka gunakan benar dan sesuai dengan standar operasional. Hubungan Antara Karyawan Dan Manajer: Karyawan harus memperhatikan hubungannya dengan manajer dalam organisasi seperti menerima feedback konstruktif dari manajer menerima instruksi dari manajer secara lancar dan menerima penghargaannya secara lancar dari manajer. Karyawanjuga harus memastikan bahwa semua informasi yang mereka gunakan benar dan sesuai dengan standar operasional. Hubungan Antara Karyawan Dan Pelanggan: Karyawan harus memperhatikan hubungannya dengan pelanggan dalam organisasi seperti memberikan pelayaran pada waktu yang tepat, memberikan informasi penting pada waktu yang tepat dan memberikan feedback konstruktif pada waktu yang tepat. 

        Pola Etika, Organisasi harus menghasilkan pola etika yang jelas dan mencerminkan misi, visi dan values organisasi. Pola etika harus menjamin keselamatan dan kesehatan karyawan, menjamin hak-hak karyawan, menjamin integritas data dan informasi, menjamin ketahanan data dan informasi, menjamin keamanan data dan informasi, menjamin penggunaan data dan informasi untuk tujuan yang benar dan sesuai dengan misi, visi dan values organisasi, menjamin penggunaan data dan informasi untuk tujuan yang sesuai dengan perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang berlaku di negara tersebut menjamin penggunaan data dan informasi untuk tujuan yang sesuai dengan prinsip-prinsip etika yang berkaitannya dengan misi, visi dan values organisasi. Kode Etika, Organisasi harus menghasilkan kode etika yang jelas dan mencerminkan misi, visi dan values organisasi. Kode etika harus disesuaikan dengan pola etika organisasi. Pengajaran Etika, Organisasi harus menghasilkan pengajaran etika yang jelas dan mencerminkan misi, visi dan values organisasi. Pengajaran etika harus disesuaikan dengan kode etika organisasi. Pemantapan Etika, Organisasi harus menghasilkan pemantapan etika yang jelas dan mencerminkan misi, visi dan values organisasi. Pemantapan etika harus disesuaikan dengan kode etika organisasi. Pengembangan Etika, Organisasi harus menghasilkan pengembangan etika yang jelas dan mencerminkan misi, visi dan values organisasi. Pengembangan etika harus disesuaikan dengan kode etika organisasi. Pelaksanaan Etika, Organisasi harus menghasilkan pelaksanaan etika yang jelas dan mencerminkan misi, visi dan values organisasi. Pelaksanaan etika harus disesuaikan dengan kode etika organisasi. Penilaian Etika, Organisasi harus menghasilkan penilaian etika yang jelas dan mencerminkan misi, visi dan values organisasi. Penilaian etika harus disesuaikan dengan kode etika organisasi. 

        Memahami Faktor Manajemen: Organisasi harus menjaga dan mengerti faktor manajemen seperti leadership, komunikasi, pengelolaan karyawan, pembelajaran, pembinaan, pengembangan diri serta pemilihan karyawan yang sesuai dengan misi, visi, tanggung jawab, pengalaman, values, prinsip-prinsip strategis, prinsip-prinsip operasional serta faktor manajemen lainnya yang berkaitannya dengan etika di tempat kerja. 

        Memahami Prinsip-prinsip Strategis: Organisasi harus menjaga dan mengerti prinsip-prinsip strategis yang berkaitannya dengan etika di tempat kerja. Prinsip-prinsip strategis mempengaruhi keputusan strategis organisasi dan cara melaksana strategi. Operasional: Organisasi harus menjaga dan mengerti prinsip-prinsip operasional yang berkaitannya dengan etika di tempat kerja. Prinsip-prinsip operasional mempengaruhi cara melaksana aktivitas operasional tersebut. 

 

BAB III PENUTUP

 3.1 Kesimpulan    

Berdasarkan pembahasan diatas menyimpulkan bahwa Budaya Kerja adalah suatu falsafah yang mencerminkan nilai-nilai, sikap dan tindakan yang membentuk kebiasaan dan kekuatan pendorong dalam suatu kelompok atau organisasi. Dalam konteks ini budaya kerja terdiri dari norma standar, nilai prioritas, penilaian dan perilaku tindakan yang diikuti oleh seluruh karyawan dalam suatu organisasi. Model-model budaya kerja seperti Model Maslow, Model Herzberg, Model McGregor, Model Ouch, Model TQM dan Model Six Sigma memberikan perspektif yang beragam terkait aspek-aspek motivasi, kontrol risiko, pengembangan kualitas dan manajemen risiko di tempat kerja. 

Unsur-unsur budaya kerja, seperti misi dan visi, values, norms dan struktur organisasi, memainkan peran kunci dalam membentuk cara orang bekerja dan mengelola organisasi. Pembentukan budaya kerja terjadi melalui interaksi faktor alam, organisasi, manajemen, karyawan dan eksternal. Memahami, mengembangkan dan memperoleh dedikasi dalam budaya kerja menjadi kunci untuk meningkatkan efisiensi dan kesuksesan organisasi.

Pentingnya etika di tempat kerja menjadi fokus utama dalam membangun budaya yang positif. Etika profesional dan etika organisasi mencakup norma-norma moral, professional dan sosial yang harus diikuti oleh individu di organisasi. Proses penilaian, pengembangan dan pelaksanaan etika menjadi langkah-langkah kunci dalam memastikan perilaku yang etis di tempat kerja.

Dengan memahami faktor manajemen prinsip-prinsip strategis dan prinsip-prinsip operasional organisasi dapat membangun budaya kerja yang kuat dan etis. Keseluruhan memahami kompleksitas dan dinamika budaya kerja menjadi langkah awal untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat efisien dan beretika di dalam organisasi.

 3.2 Saran 

Dalam memperkuat budaya kerja yang positif perusahaan dapat melibatkan karyawan dalam pembentukan nilai-nilai perusahaan menciptakan mekanisme umpan balik terbuka dan menyusun program pelatihan etika. Penting untuk membangun kepercayaan di antara tim dengan meningkatkan transparansi, memberikan contoh kepemimpinan yang etis dan mendorong kolaborasi tim. Selain itu, perusahaan dapat mempertimbangkan pembentukan kelompok kerja khusus atau komite etika yang berfungsi sebagai wadah bagi karyawan untuk berdiskusi dan memberikan masukan terkait etika kerja. Dengan cara ini perusahaan dapat menciptakan lingkungan di mana nilai-nilai etika diterapkan secara konsisten dan dihargai oleh semua anggota tim.

 

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Internasional:  

Alsomaidaee, M. M., Joumaa, B. A., & Khalid, K. W. (2023). Toxic Workplace, Mental Health and Employee Well-being, the Moderator Role of Paternalistic Leadership, an Empirical Study. Journal of Applied Business and Technology, 4(2), 114–129. https://doi.org/10.35145/jabt.v4i2.126

Saleem, Z., Shenbei, Z., & Hanif, A. M. (2020). Workplace Violence and Employee Engagement: The Mediating Role of Work Environment and Organizational Culture. SAGE Open, 10(2). https://doi.org/10.1177/2158244020935885

Zhou, Q., Chen, G., & Liu, W. (2019). Impact of perceived organizational culture on job involvement and subjective well-being: A moderated mediation model. Social Behavior and Personality, 47(1). https://doi.org/10.2224/sbp.7478

Jurnal Nasional:

Sanjaya, F. A. (2021). Dampak Budaya Kerja Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus : PT Kaltrabu Indah Tour & Travel Banjarmasin). Jurnal Ilmiah Ekonomi Binis, 7(1), 070–082.

Styo Budi Utomo. (2020). Pengaruh Budaya Kerja Dan Pelatihan Terhadap Kinerja Pegawai Pada Pt. Blue Bird Pool Jakarta Timur. Jurnal Semarak, 3(2), 53–65.

Yossi Maria Marintan Hutajulu, Lelo Sintani, & Meitiana, M. (2021). Pengaruh disiplin dan budaya kerja terhadap kinerja ASN melalui motivasi kerja Satpol PP Provinsi Kalimantan Tengah. Journal of Environment and Management, 2(1), 44–52. https://doi.org/10.37304/jem.v2i1.2658

Buku:

Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge. (2013). Organizational Behavior. Pearson Education, Inc., publishing as Prentice Hall

Stephen P. Robbins. (2015). Organizational Behavior, 16th Edition